Yogyakarta, 13 Maret 2018
Perpustakaan Kementerian Kesehatan memiliki Katalog Induk Nasional Kesehatan (KINK) yang mencakup semua katalog dan koleksi digital dari semua perpustakaan di lingkungan Kementerian Kesehatan.
“KINK ini masih menjadi sebuah tantangan bagi kita”, tutur Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr. Untung Suseno Sutarjo, M. Kes, saat membuka Pertemuan Nasional Pustakawan Kemenkes RI di Yogyakarta, Selasa malam (13/3).
Pertemuan tersebut mengangkat tema “Repositori Bidang Kesehatan sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah: Sebuah Tantangan” yang dilatarbelakangi tantangan bahwa KINK Perpustakaan Kemenkes yang dirasa masih belum “kaya”.
“Padahal kita memiliki perpustakaan Poltekkes, Rumah Sakit Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang kaya akan hasil ilmiah dari para dosen, peneliti, dokter, dan mahasiswanya”, ungkap Untung.
Saat ini, sebagian besar hasil karya ilmiah tersebut masih berupa hardcopy, yang disimpan di perpustakaan, bahkan tidak sedikit yang masih disimpan di bagian pendidikan dan penelitian.
“Ada juga yang sudah didigitalisasi, namun hanya menjadi koleksi perpustakaan, bukan untuk dimanfaatkan oleh orang lain”, imbuhnya.
Sebenarnya, Respository tidak hanya memberikan manfaat yang besar bagi pembaca, namun juga bermanfaat bagi peneliti juga perguruan tinggi.
Bagi perguruan tinggi, repositori dapat memberikan manfaat antara lain, sebagai sarana untuk showcase (menunjukkan hasil riset unggulan) dan meningkatkan prestige.
Selain itu, repositori juga dapat menaikkan tingkat visibility suatu penelitian atau karya ilmiah karena disebarluaskan dengan mudah dan cepat melalui repositori sehingga masyarakat di dunia dapat dengan mudah mengaksesnya. Aspek visibility ini tidak lain adalah impact factor, dihitung dari jumlah orang yang mengutip suatu penelitian atau karya ilmiah yang disimpan dalam repositori tersebut. Dengan demikian, repositori juga mempunyai potensi yang signifikan menyumbangkan pencapaian ranking Webometrics (Ranking Web of Universities) pada level universitas.
“Pengakuan komunitas akademisdunia terhadap riset-riset yang dihasilkan oleh mahasiswa dan peneliti kita inilah yang akan mengharumkan nama Kementerian Kesehatan. Kekhasan dan keunggulan riset juga dapat berpotensi menarik peneliti dari luar institusi untuk melakukan collaborative research“, tambahnya.
Sementara itu, bagi penulis/peneliti/dosen, repositori juga bermanfaat untuk memfasilitasi pengelolaan ragam portofolio hasil kegiatan ilmiah. Pengelolaan dan penyimpanan portofolio melalui repositori menjadi jauh lebih aman, jangka waktu yang lama, dan mudah ditemukan karena mempunyai permanen link.
Sejalan dengan Permenkes Nomor 58 Tahun 2015 pasal 5, Perpustakaan Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi dalam penyebaran informasi kesehatan, koordinasi antar perpustakaan di lingkungan Kementerian Kesehatan, dan sebagai pusat repositori karya tulis, karya cetak dan karya rekam Kementerian Kesehatan.
Perubahan Paradigma
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perpustakaan Nasional, Drs. Muhammad Syarif Bando, MM, menekankan bahwa perubahan paradigma di para pustakawan mutlak dibutuhkan.
“Saat ini paradigmanya bukan deretan buku-buku yang berdebu, tetapi seberapa luas Perpustakaan mampu menjangkau dan memberikan manfaat informasi seluas-luasnya kepada masyarakat”, tuturnya.
Beliau menyoroti kondisi masyarakat sebagian besar belum memiliki pengetahuan dan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat. Hal ini diperparah pula dengan kurangnya minat baca masyarakat.
“Menurut saya, sangat sulit menerapkan hidup sehat tanpa meningkatkan pengetahuan dengan membaca. Kita tidak bisa mengenali ciri atau gejala, mematuhi larangan (baca: merokok) atau malah anjuran kesehatan”, paparnya.
Karena itu, para pustakawan didorong untuk dapat memaksimalkan dan memanfaatkan reapositori agar dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat.
“Tugas kita untuk menemukan mana bahan-bahan bacaan di bidang kesehatan yang layak untuk bacaan umum dan mana yang harus direspositorikan. Dengan reapositori, semua yang terkoneksi dengan internet dapat merasakan manfaat dari informasi dan data yang kita miliki”, tandasnya.
Pada kesempatan itu juga, Sesjen Kemenkes memberikan apresiasi kepada 10 Pustakawan Berprestasi yang telah terpilih berdasarkan pedoman dan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu: Hariyanti (Poltekkes Semarang); Susi Annisa Uswatun Hasanah (Perpustakaan Set. Balitbangkes); Sapto Harmoko (Poltekkes Kemenkes DI Yogyakarta); Elsi Premiwati (Poltekkes Makassar); Abdur Rahman (Poltekkes Denpasar); Yosefina K. Watu (Poltekkes Kupang); Agus Yudo Waluyo (Poltekkes Bandung); Suyanto (Poltekkes Malang); Nurul Hidayah (Poltekkes Gorontalo).
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Murti Utami, MPH
Sumber : http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/2018031/1125254/ubah-paradigma-optimalkan-repositori-bidang-kesehatan/